Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa manusia dua jalan, yakni jalan kefasikan dan ketakwaan. [QS.Asy Syams 91: 8] Mereka yang memilih jalan kefasikan diancam dengan siksa neraka yang kekal. Sedang yang memilih jalan ketakwaan dihasung dengan kabar gembira untuk memperoleh kenikmatan yang kekal di sorga.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
Allah berharap manusia menjadi orang yang benar-benar bertakwa dan memperingatkan agar tidak mati kecuali dalam keadaan berserah diri kepada Allah. [QS Ali Imran 3: 102]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya Allah berharap manusia itu menjadi orang yang benar-benar beriman dan beramal shaleh selama hayat dikandung badan. Begitulah yang terjadi dengan assabiquunal-awwaluun, para sahabat generasi awal dari kalangan muhajirin dan anshar. Mereka benar-benar beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kebatilan. Sehingga turunnya firman Allah dalam QS Al Baqarah 2: 8 membuat Rasulullah saw tercengang.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ
Beliau tidak menyangka bahwa di antara orang-orang yang menyatakan diri beriman, ternyata ada yang tidak beriman. Tutur kata dan perbuatan mereka memberi kesan seolah mereka beriman, tetapi ternyata hati mereka tidak demikian. Hidupnya diselimuti dengan kepura-puraan.
Pura-pura beriman, namun sebenarnya tidak beriman. Pura-pura shaleh, namun sebenarnya tidak shaleh. Pura-pura dermawan, namun sebenarnya tidak dermawan. Layaknya seorang pemain sandiwara, dia berakting dengan memakai topeng, tidak tampil apa adanya. Ketika bertemu dengan sesama santri dia akan mengenakan peci dan berperilaku layaknya seorang santri.
Namun ketika kumpul bersama para pejudi, dia akan tampil layaknya seorang pejudi. Bahkan ada yang lebih parah lagi. Ada di antara mereka yang membenci kebenaran dan berusaha menghalangi manusia untuk memperoleh kebenaran.[QS An Nisa' 4: 61]
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
Begitulah sekilas gambaran orang munafik yang dalam pandangan Allah termasuk orang fasik. Innal-munaafiqiina humul-faasiquun. [QS At Taubah 9:67]
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Selain sifat kepura-puraan yang berbuah kejelekan yang banyak, ada 3 lagi tanda orang munafik seperti diriwayatkan oleh imam Bukhari: “Aayaatulmunafiqiina tsalaatsun idza haddatsa kadzaba, wa idza wa’adza akhlafa wa idza’tumina khaana.” (Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga yaitu bila berkata dusta, bila berjanji mengingkari dan bila dipercaya berkhianat).
Dusta akan membawa kepada kedurhakaan dan keduhakaan akan membawa ke neraka. Ingkar janji adalah ciri orang fasik. Sedang berkhianat terhadap amanah mendatangkan kehancuran. Tidak ada satu sifatpun di antara sifat-sifat itu yang layak melekat pada diri orang beriman.
Saudaraku, sebagai manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan lupa, bukan tidak mungkin tanpa disadari keimanan kita telah tercampur dengan kemunafikan. Untuk itu menjadi sangat penting bagi kita semua untuk memahami sifat-sifat kemunafikan dan senantiasa melakukan evaluasi diri untuk menyingkirkan setiap jejak kemunafikan itu dari diri kita masing-masing. Allah mengancam orang-orang munafik dengan siksa yang kekal di neraka [QS At Taubah 9:68].
وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ
Bahkan dengan siksa yang paling berat di neraka yang paling bawah. [QS An Nisa' 4: 145]
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
Maka bagi orang yang berakal tidak ada pilihan lain kecuali menjadi orang yang benar-benar bertakwa, benar-benar beriman, benar-benar berislam secara kaffah, benar-benar bahagia dalam ketaatan, dan benar-benar jauh dari sifat kepura-puraan, sehingga selamat hidupnya fiddunyaa wal-aakhirah, insya Allah. ***
Al Ustdaz Drs. Ahmad Sukina
Pimpinan Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA)
Pimpinan Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA)
No comments:
Post a Comment