Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan yang
ketat, ada 5 unsur dalam gas buang kendaraan yang akan diukur yaitu senyawa HC,
CO, CO2, 02 dan senyawa NOx Sedangkan pada negara-negara
yang standar emisinya tidak terlalu ketat, hanya mengukur 4 unsur dalam gas
buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan 02.
- Emisi Senyawa Hidrokarbon (HC)
Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas
buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang
bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna
(bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah
karbondioksida (CO2) dan air(H20).
Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air-to-Fuel Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat "bersembunyi" dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi.
Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air-to-Fuel Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat "bersembunyi" dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi.
Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC),
emisi HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mobil yang dilengkapi
dengan CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm.
Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan
oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi
oksigen tepat setelah exhaust port akan dapat menekan emisi HC secara drastis.
Saat ini, beberapa mesin mobil sudah dilengkapi dengan electronic air injection
reaction pump yang langsung bekerja saat cold-start untuk menurunkan emisi HC
sesaat sebelum CC mencapai suhu kerja ideal.
Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya
yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin
tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan
CC, maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC dengan
caramengukur perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di
outlet akan lebih tinggi minimal 10% dari pada inletnya.
Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini
menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi m isfire. AFR yang
terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini bisa disebabkan
antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat,
filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan
sebagainya yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel
pressure yang terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar
untuk terbakar dengan sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi
tinggi. Apapun alasannya, AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO
menjadi tinggi dan bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi
CO dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembesnya pelumas ke ruang
bakar.
Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang
membuat ECU memerintahkan injector untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit
sehingga AFR terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire.
Pada mobil yang masih menggunakan karburator, penyebab misfire antara lain
adalah kabel bus i yang tidak balk, timing pengapian yang terlalu mundur,
kebocoran udara disekitar intake manifold atau mechanical problem yang
menyebabkan angka kompresi mesin rendah.
Untuk mobil yang dilengkapi dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire
ini harus segera diatasi karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus
berusaha membuat AFR menjadi kaya karena membaca bahwa masih ada oksigen yang
tidak terbakar ini. Akibatnya CC akan mengalami overheat.
- Emisi Carbon Monoksida (CO)
Gas karbonmonoksida adalah gas yang relative tidak stabil dan cenderung
bereaksi dengan unsur lain. Carbon monoksida, dapat diubah dengan mudah menjadi
CO2 dengan bantuan sedikit oksigen dan panas. Saat mesin bekerja
dengan AFR yang tepat, emisi CO pada ujung knalpot berkisar 0.5% sampai 1%
untuk mesin yang dilengkapi dengan sistem injeksi atau sekitar 2.5% untuk mesin
yang masih menggunakan karburator. Dengan bantuan air injection system atau CC,
maka CO dapat dibuat serendah mungkin mendekati 0%.
Apabila AFR sedikit saja lebih kaya dari angka idealnya (AFR ideal = lambda
= 1.00) maka emisi CO akan naik secara drastis. Jadi tingginya angka CO
menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya dan ini bisa disebabkan antara lain karena
masalah di fuel injection system seperti fuel pressure yang terlalu tinggi,
sensor suhu mesin yang tidak normal, air filter yang kotor, PCV system yang
tidak normal, karburator yang kotor atau setelannya yang tidak tepat.
- Emisi Karbon Dioksida (CO2)
Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses
pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di
angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR
terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara
drasfis. Apabila CO2 berada dibawah 12%, maka kits harus melihat
emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus.
Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar
dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal,
menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe.
- Oksigen (O2)
Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik
dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempuma, maka
kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul
hidrokarbon.
Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan
sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna.
Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan mudah
bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi sayangnya,
ruang bakar tidak dapat sempuma melengkung dan halus sehingga memungkinkan
molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan
proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna.
Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau
oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat "bertemu"
dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempuma. Ini berarti AFR 14,7:1
(lambda = 1.00) sebenamya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang
menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Pada
mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu fungsi
CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO2.
Mesin tetap dapat bekerja dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan
hingga AFR mencapai 16:1. Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain
seperti mesin cenderung knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx
juga akan meningkat drastis.
Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 12% atau
lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi
oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua
dalam proses pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam
kondisi demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan
tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR
terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi
dengan tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti
CC mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila
oksigen terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust
sytem.
- Emisi senyawa NOx
Selain keempat gas diatas, emisi NOx tidak dipentingkan dalam melakukan
diagnose terhadap mesin. Senyawa NOx adalah ikatan kimia antara unsur nitrogen
dan oksigen. Dalam kondisi normal atmosphere, nitrogen adalah gas inert yang
amat stabil yang tidak akan berikatan dengan unsur lain. Tetapi dalam kondisi
suhu tinggi dan tekanan tinggi dalam ruang bakar, nitrogen akan memecah
ikatannya dan berikatan dengan oksigen.
Senyawa NOx ini sangat tidak stabil dan bila terlepas ke udara bebas,
akan berikatan dengan oksigen untuk membentuk NO2. Inilah yang amat
berbahaya karena senyawa ini amat beracun dan bila terkena air akan membentuk
asam nitrat.
Tingginya konsentrasi senyawa NOx disebabkan karena tingginya
konsentrasi oksigen ditambah dengan tingginya suhu ruang bakar. Untuk menjaga
agar konsentrasi NOx tidak tinggi maka diperlukan kontrol secara tepat terhadap
AFR dan suhu ruang bakar harus dijaga agar tidak terlalu tinggi baik dengan EGR
maupun long valve overlap. Normalnya NOx pada saat idle tidak melebihi 100 ppm.
Apabila AFR terlalu kurus, timing pengapian yang terlalu tinggi atau sebab
lainnya yang menyebabkan suhu ruang bakar meningkat, akan meningkatkan
konsentrasi NOx dan ini tidak akan dapat diatasi oleh CC atau sistem EGR yang
canggih sekalipun.
No comments:
Post a Comment